Senin, 14 Maret 2016

ISLAM DALAM MEMANDANG KONSEP-KONSEP MARXISME


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
            Teori-teori ilmu dalam hubungan internasional telah banyak diperbincangkan, dan pada kenyataannya teori-teori itu meskipun telah lama eksistensinya dalam memberikan pandangan terhadap suatu permasalahan dan lain sebagainya, namun teori-teori tersebut masih dalam tahap perbincangan sampai masa kini dan belum sepenuhnya dapat dijadikan sebagai jalan keluar. Dalam teori-teori tersebut ada salah satu teori yang membahas tentang pertentangan kelas-kelas di dalam kehidupan sosial atau yang kita sebut sebagai teori marxisme. Berawal dari sebuah kritik tentang kaum liberal yang meyakini bahwa manusia itu makhluk yang logis, mempunyai akal, dan dengan akalnya itu dia akan berusaha agar dia dapat bekerjasama dengan orang lain dan juga tapa ikut campur suatu lembaga manapun. Marxisme lebih condong terhadap perekonomian suatu wilayah, yang berpandangan bila suatu pasar dibiarkan bebas, maka pasar tersebut akan dikuasai oleh orang-orang atas. Maka disinilah marxisme menginginkan suatu persamaan kelas. Adapun kelas-kelas yang dimaksud oleh marxisme yakni kaum borjuis (kaum capital) atau pemilik modal, dan kaum proletar (kaum yang mendapatkan eksploitasi dari kaum pemilik modal), dari sinilah marxisme menginginkan penghapusan kelas-kelas tersebut sehingga tidak ada eksploitasi antara sesame.
            Islam merupakan suatu agama yang sempurna dan bersifat rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) yang tidak ada kecacatan didalamnya. Dan agama yang disisi Allah SWT hanyalah agama Islam. Islam sebagai agama Allah mengambil rujukan dari pada kitab yang tiada bandingnya yaitu Al-qur’an dan sebagian berasal dari perkataan nabi SAW. Islam telah memandang bahwa menurut al-quran didalam islam tidak ada suatu perbedaan anatara sesame ummat ciptaan Allah SWT, yang membedakan diamata Allah hanyalah ketaqwaan saja. Adapun kaya atau miskin, tua muda, mati, rezeki, jodoh dan lain sebainya itu telah di atur oleh qodo dan qodarnya Allah SWT.
            Kali ini kami akan mempresentasikan tentang konsep-konsep marxisme dalam Islam, yang mana masih terdapat perdebatan-perdebatan baik dalam islam maupun dikalangan barat. Untuk mengetahui lebih lanjutnya tentang marxisme akan di jabarkan didalam makalah ini.

B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami ajukan adalah:
1.    Bagaimana Marxisme dan Islam memandang kodrat manusia dan agama?
2.    Bagaimana Marxisme dan Islam memandang kapitalisme?
3.    Bagaimana Marxisme dan Islam memandang persaingan kelas?


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Kodrat Manusia dan Peran Agama Menurut Marxisme dan Islam
1.    Kodrat manusia menurut pandangan Marxisme
Marxisme tidak berdiri di atas angan-angan atau mimpi-mimpi, tetapi bertolak dari pemahaman manusia secara umum dan pada saat yang bersamaan, bertolak dari tinjauan terhadap hubungan manusia dengan lingkungannya. Marxisme dirumuskan dengan memerhatikan latar sosial dan sejarah yang memotret setting kelas dan ekonomi. Setting itulah yang menyertai manusia serta menopang moralitas dan tujuan-tujuannya yang tinggi.
Manusia dalam pandangan Marxisme adalah konsep nisbi, sebab pemahaman tentangnya terus berubah dan baru. Setiap perubahan dan pembaharuan itu tidak lain adalah bentuk baru yang menyempurnakan bentuk-bentuk sebelumnya, tetapi bentuk baru ini pun tidak dapat menghindari hukum perubahan yang abadi. Dengan ungkapan lain, manusia dari sisi umum tidak akan pernah merasakan keabadian, tetapi senantiasa berada pada perionde perpindahan. Dari sisi mana pun, kemanusiaan tidak mungkin disertakan dengan makna keabadian. Di antara hal yang harus dihindari para pengkaji adalah keyakinan adanya tingkatan manusia yang abadi.
Nilai manusia, menurut Marxisme tampak pada kerja sehari-harinya. Segala sesuatu tidak mungkin ditetapkan wujudnya, kecuali dalam ruang lingkup peristiwa-peristiwa empiris yang selalu berada dalam proses terus menjadi. Adapun konsep alam yang kekal adalah salah satu bentuk berpikir murni dan produk imajinasi semata. Hubungan manusia dengan alam, menurut Marxisme bukanlah hubungan metafisika. Manusia hidup di atas bumi, ia hanya berhubungan dengan alam sebagaimana yang ia lihat. Hubungannya dengan alam bukanlah hubungan meditasi atau perenungan, tetapi hubungan kerja dan perjuangan (struggle).
Marxisme menuntut pengikutnya untuk kembali kepada sifat kemanusiaan yang utama. Maknanya, seorang Marxis yang militan berada bersama kelompok, tenggelam dalam lautan kelompok, mengenal lapisan-lapisan kelompok, mengetahui kebutuhan-kebutuhan mayoritas, tidak memandang rendah persoalan-persoalan rezeki, upah, sandang, pangan dan persoalan lainnya yang dapat dicapai melalui kerja keras. Di antara kewajibannya adalah merasa dan berpikir sebagaimana dirasakan dan dipikirkan manusia pada umumnya. Ia harus hidup sebagaimana kehidupan mayoritas agar mengetahui dengan baik kebutuhan, kecenderungan, tujuan dan angan-angannya. Dengan demikian, Marxisme percaya bahwa manusia adalah makhluk politik dan sosial yang sibuk. (Muhammad, 2010, hal. 213-214)
Marxisme memerangi kesenjangan yang paten dalam masyarakat kapitalisme dan menyerukan persamaan. Engels berpendapat bahwa pemikiran tentang persamaan memiliki latar teoritis, praktis dan diplomatis. Latar teoritis tampak pada pemikiran Rousseau. Latar politis tempat pada revolusi besar Perancis. Persamaan memainkan peranan penting dalam mempertahankan gerakan sosialisme di banyak tempat.
Engels menyimpulkan bahwa pemikiran tentang persamaan, baik dalam baju borjuis atau baju proletariat, adalah produk sejarah. Jika pemikiran ini muncul pada hari ini dengan makna ini... atau makna itu..., itu adalah hakikat persamaan yang fundamental. Bahkan, itu adalah buah tersebarnya pemikiran tentang persamaan secara luas. Faktanya, pem      ikiran tentang kesamaan adalah tema sentral manusia pada abad ke-18.
Namun, apakah Marxisme menetapkan prinsip-prinsip persamaan yang mutlak, yakni prinsip yang berlaku bagi semua manusia? Sesungguhnya yang diserukan Marxisme adalah persamaan yang berbeda dengan yang ditawarkan Sosialisme Utopian. Pierre Joseph Proudhon (1809-1865), umpamanya, menjelaskan bahwa kepemilikan kecil sebagai hasil bagi-bagi adalah target utama Marxisme. Tujuan yang ingin dicapai Marxisme adalah memunculkan perjuangan kelas melawan kelas borjuis karena menekankan persamaan kodrat antar manusia.
2.    Pandangan Marxisme Terhadap Agama
Marxisme menganggap dunia ini segala-galanya dan tidak percaya kepada akhirat, tuhan tidak ada, tuhan hanya diciptakan manusia dalam fikirannya. (Muhammad A. A., 2010, hal. 50) Marxisme tidak percaya kepada hal yang Ghoib. Pandangan Marx tentang agama: “Religion is the opium of the People” (agama adalah candu rakyat).
Di kalangan Marxis terdapat kontroversi sekitar penafsiran atas kata-kata Marx tersebut, yaitu:
a.    Marxis radikal seperti Lenin menafsirkan agama sepenuhnya bersifat negarif, agama meninabobokan, meracuni dan melenakan rakyat. Itu sebabnya Lenin menghendaki penghancuran semua doktrin dan lembaga-lembaga keagamaan ketika ia berkuasa di negaranya.
b.    Ada juga yang berpendapat bahwa istilah candu hanya ditujukan Marx kepada suatu sekte tertentu agama Kristen (Protestan), jadi tidak semua agama dimata Marx merupakan candu rakyat.
c.    Kaum Marxis yang lain menilai agama lebih bersifat netral.
Komentar tentang pernyataan Marx tentang agama bahwa “Religion is the opium of the people”:
a.    Kata-kata Marx apapun interpretasinya adalah kritiknya terhadap agama.
Menurut Marx, agama tidak menjadikan manusia menjadi dirinya sendiri, melainkan menjadi sesuatu yang berada di luar dirinya. Inilah yang menyebabkan manusia dengan agama itu menjadi makhluk yang terasing (alienated) dari dirinya sendiri. Agama adalah sumber keterasingan manusia.
b.    Di sisi lain Marx menganggap bahwa agama muncul karena adanya perbedaan kelas-kelas sosial. Agama adalah produk perbedaaan kelas itu, jadi selama perbedaan kelas itu ada, maka selam itu pula agama akan tetap ada.
c.    Menurut Marx agama perlu dilenyapkan karena:
·         Agama merupakan alat kaum berjuis-kapitalis (kelas penindas)                      mengekploitasi kelas pekerja atau proletar.
·         Negara sebagai alat penindas menggunakan agama demi kepentingan            mempertahankan kekuasaan atau kondisi opressif kelas proletar.
·         Agama digunakan oleh negara agar rakyat tetap terlena dan tidak berontak      dan selalu patuh kepada penguasa negara.
3.    Pandangan Islam terhadap Marxisme
Islam sangat bertentangan dengan pandangan Marxisme. Marxisme tidak percaya dengan adanya Tuhan, dengan adanya hari akhir dan memandang hanya hal-hal yang empiris serta rasionil saja tetapi tidak mempercayai hal gaib. Islam memandang persamaan antarmanusia dan yang membedakan hanyalah takwa. Percaya kepada adanya tuhan, hari akhir dan mengimani sesuatu yang ghaib.
Namun, ada sebagian kecil kesamaan antara islam dengan Marxisme. Marxisme berbicara mengenai persamaan antar manusia, di dalam islampun berbicara tentang persamaan antarmanusia. Seperti yang telah diterangkan di dalam Al-qur’an.
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثى وَجَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَقَبائِلَ لِتَعارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ يَا
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. al-Hujurat: 13)
Namun, dalam prakteknya Marxisme memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan Islam. Mereka menganggap semua manusia itu sama, tidak ada yang kaya tidak ada yang miskin semuanya harus sama. Asumsi kaum marxis sangat menyimpang dari kodrat hakiki manusia. Karena di dunia ini pasti akan ada yang miskin dan yang kaya.
Akhirnya karena pandangan perbedaan kelas tersebut, Marxisme mengungkapkan bahwasannya kaum proletar harus memerangi kaum borjuis yang berkuasa. Maka terjadilah ketegangan yang tidak sehat antara kaum buruh dan kaum borjuis.  kaum proletar berusaha menggulingkan kaum borjuis dengan berbagai macam cara dengan tujuan penyama rataan manusia.
Namun, di dalam islam ada sistem yang membuat orang kaya menyantuni yang miskin dan orang miskin menghargai yang kaya. Akhirnya dengan adanya sistem zakat, infaq, shadaqoh maka orang-orang miskin dapat merasakan apa yang belum mereka rasakan sebelumnya, dapat memiliki apa-apa yang tidak mereka miliki dan kerukunan terjalin antara yang kaya dengan yang miskin. Karna pada hakikatnya semua manusia itu sama dan yang membedakannya adalah Takwa.
  

B. Kapitalisme Dalam Pandangan Marxis dan Islam
Kerangka pemikiran Marx mengenai kapitalisme mencakup posisi individu dalam masyarakat, hubungan produksi, dan sistem produksi modern. Marx mengakui adanya individu sebagai organisme dan memiliki hasrat untuk memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi, Marx menentang pandangan liberal yang menempatkan indvidu sebagai entitas sosial paling utama dalam memahami perilaku negara (Giddens dan Held, dalam Kristeva, 2011, hal. 347). Individu menurut Marx hanyalah dalam interaksi dengan individu lain. Ia tidak akan bertindak secara otonom dan terlibat dalam produksi maupun aktivitas politik. Perbedaan antara budak dan majikan tidaklah penting bagi kaum liberal karena keduanya merupakan individu yang berdaulat. Namun, Marx membantahnya karena perbedaan itu akan melahirkan interaksi yang berdampak pada perbedaan ekonomi dan sosial (Kristeva, 2011, hal. 347).
Kaum kapitalis juga mereduksi nilai kemanusiaan menjadi nilai ekonomis. Tenaga kerja menjadi benda-benda yang menguasai kita dan mirip berhala, kita terjerumus dalam pemujaan atas dunia semu ini. inilah gambaran Marx mengenai eksploitasi individu dalam bukunya Capital. (Beilharz, 2005). Kapitalisme telah mengeksploitasi para buruh dan menjadikan investasi bagi para borjuis. Kaum borjuis menurut Marx adalah mereka yang bebas, sedangkan para pekerja tidak mendapatkan kebebebasan dan tak dapat berkuasa. Kebebasan bagi borjuis adalah perdagangan dan jual beli bebas (Marx & Engel, 2009, hal. 21).
Sistem produksi menurut Marx dijalankan secara gotong royong dan dibagikan secara merata kepada setiap anggota masyarakat. Adanya kelas-kelas sosial lebih di dalam sistem produksi yang mengejar surplus. Surplus didapat oleh kelas sosial non-produktif yang meraih alat-alat produksi sehingga menjadi kelas dominan. Sedangkan kelas sosial produktif ditindas dan menjadi kelas subordinan (Kristeva, 2011, hal. 348). Lebih jauh lagi, Lenin berpendapat bahwa sistem produksi akan menciptakan penjajahan. Hal ini terjadi karena produksi di negara maju mengalami surplus sedangkan pasar domestik melemah lantaran konsumennya merupakan kaum proletar. Strategi yang paling signifikan adalah dengan melakukan ekspansi dagang ke negara lain dibandingkan dengan menurunkan harga produksi yang jelas mengurangi keuntungan kaum kapitalis (Zahidi, hal. 24).
Islam sebagai ajaran agama memiliki prinsip keadilan. Keadilan ini termasuk dalam sistem ekonomi yang diterapkan. Ekonomi Islam berprinsip pada kebebasan individu, hak terhadap harta, kesamaan sosial jaminan sosial, distribusi kekayaan secara meluas dan kesejahteraan individu dan masyarakat (Rahman, 1995, hal. 8). Islam memandang perlu kebebasan individu karena individu tidak dapat menjalankan kewajibannya dan memenuhi kesejahteraannya tanpa ada kebebasan.
Islam memiliki pandangan berbeda dengan kapitalis yang mengutamakan kepentingan individu dan Marxis yang mengutamakan kepentingan kelompok. Individu dipandang Islam sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam ekonomi, individu diberikan kebebasan untuk mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak masyarakat (Rahman, 1995, hal. 10).  Penumpukan harta dalam Islam dilarang dan zakat ditekankan agar keadilan sosial ditegakkan dan kesejahteraan dapat diwujudkan.
C.  Pertentangan kelas dalam pandangan Islam dan marxisme
Apabila kita kembali melihat sejarah munculnya marxisme yang didasari oleh ketidakpuasan kaum buruh terhadap kaum kapitalis yang disebabkan oleh adanya eksploitasi tenaga kerja yang dilakukan kepada kaum borjuis tersebut menyebabkan teori ini secara garis besar bersifat konfliktual. Dalam hal ini Karl Marx sebagai pendiri dari paham tersebut menekankan adanya pertentangan antara kedua kelas tersebut yaitu kaum kapitalis sebagai pemilik modal dan kaum proletar sebagai tenaga kerja. Pertentangan tersebut pada akhirnya berujung pada penyamarataan kelas, penyamarataan ekonomi atau yang biasa disebut dengan sosialisme.
Namun seiring berjalannya waktu pengaruh marxisme segera mengalami kritikan dari segala penjuru. Banyak pengamat Marxisme yang mengkritisi sekaligus menilai bahwa Marxisme sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan dunia global saat itu, hal tersebut dikarenakan keadaan dunia yang bersifat dinamis yang dari hal tersebut muncullah teori teori baru yang dianggap lebih relevan dengan keadaan masyarakat dunia saat itu. Tidak terkecuali Islam yang mulai mengkritik pemikiran marxisme yang dianggap terlalu kaku dan hanya melihat perbedaan manusia hanya bersifat konfliktual dan hanya terpaku pada hal hal yang bersifat materil.
Lalu bagaimana kemudian Islam memandang adanya pertentangan antara kaum proletar dan kaum borjuis? Menurut pandangan islam pertentangan yang terjadi antara kaum kapitalis dan kaum proletar hanya menitik beratkan pada hal hal yang bersifat materil saja tanpa mengikutsertakan dan melihat konsep konsep ilahi. Islam memandang dan melihat pertentengan tersebut tidak lebih dari sekedar seberapa dekat dia dengan sang penciptanya yaitu iman dan taqwa. Hal tersebut sudah tertuang dalam banyak surat dan ayat ayat dalam kitab suci al qur’an seperti al An’am 142-143,  an-Nahl 10-16, al-Baqarah 213 dan al-Mu’min 13. Isi dari semua surat surat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semua manusia pada dasarnya sama, tidak berkelas kelas sedangkan perbedaannya adalah pada keterandalannya dalam taqwa dalam perbuatan amal salehnya ke pada Allah  SWT.
 Apabila marxisme melihat perbedaaan ekonomi hanyalah hal yang bersifat konfliktual dan hanya menyebabkan pertentangan antara kaum kapitalis dan kaum proletar. Lain pula dengan islam, ketidakmerataan karunia nikmat dan kekayaan sumber sumber ekonomi kepada perorangan maupun bangsa adalah kuasa Allah, agar mereka diberi kesadaran menegakkan persamaan masyarakat dan bersyukur kepadanya.
Dalam Islam setiap muslim, sesuai dengan kemampuannya, bertanggung jawab untuk memberikan nafkah bagi yang lain karena adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk melaksanakan perinsip ini. Sebuah hadist mengatakan yang intinya adalah bahwa seorang mukmin yang tidak memenuhi kebutuhan mukmin lain padahal ia sanggup, akan dibangkitkan pada ‘’hari pengadilan’’ dakam keadaan wajah menjadi hitam, mata tercungkil dan tangan terbelenggu tengkuknya. Akan diumumkan bahwa inilah pengkhianatan yang mengkhianati Allah dan Rasul-Nya yang pada akhirnya kamudian dia dikirim keneraka. (Sasono, Hafiduddin, & Saefudin, 1998)
Dalam islam pula, setiap penduduk berhak mendapatkan keamanan sosialnya agar terhindar dari pertentangan seperti apa yang terjadi pada kaum Marxisme. Agar tidak terjadi pertentangan tersebut maka islam mengatur kepada siapa saja yang berhak menerima bantuan dari kaum yang lebih mampu. Dalam hal itu Islam menjamin dan bertanggung jawab untuk menjamin agar semua penduduknya hidup layak dan terhormat. Untuk tujuan ini dana dikumpulkan dari kekayaan negara milik umum ataupun pajak pemerintah. Suatu hadist mengatakan ‘’adalah tugas penguasa untuk mengumpulkan uang dan menyalurkannya menurut yang ditetapkan Allah dan di bagikan ke pada delapan kategori: fakir, miskin, para amil, mereka yang didamaikan, para budak budak, yang tertawan, yang berhutang dan pejuang pejuang di jalan Allah. Dana itu dibagikan ke pada golongan ini sesuai dengan kebutuhan mereka sedang dana yang tersisa dikembalikan ke baitul mal. (As-Shadr, Jakarta)


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Marxisme memuliki pandangan penghapusan kelas-kelas sosial. Tujuan dibentuknya teori ini adalah untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh umat manusia. Ia lahir sebagai kritik atas kapitalisme yang mengeksploitasi manusia dengan harga murah. Marxisme menolak segala bentuk kapitalisme dan menawarkan konsep baru berupa kesetaraan kelas. Meski menjunjung keadilan, Marxisme mengandung kekurangan dalam teorinya. Ia menghapuskan hak individu. Ia juga memandang bahwa agama merupakan candu rakyat dan alat yang digunakan kaum borjuis untuk mendiamkan para kaum proletar yang memberontak.
Islam memiliki pandangan tersendiri dalam memandang keadilan. Islam mengakui adanya hak individu namun diatur oleh hukum dan moral agar tidak mengganggu kehidupan masyarakat. Islam tidak memandang adanya kelas-kelas sosial. Semua manusia di mata Allah sama, hanya ketakwaan yang menjadikannya lebih mulia dari yang lain. Ketidaksetaraan dalam kehidupan sosial diakui oleh Islam bukan sebaagai pemicu konflik, melainkan sebagai jalan untuk bersyukur kepada Allah dan menegakkan keadilan bagi seluruh manusia. Adanya perintah berzakat, sedekah dan pemberian-pemberian lain tidak lain agar keadilan di dunia terwujud dan martabat si pemberi harta meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

As-Shadr, S. . (Jakarta). Keunggulan Ekonomi Islam, Mengkaji Sistem Ekonomi Barat dengan Kerangka Pemikiran Sistem Ekonomi Islam. 2002: Pustaka Zahra.
Beilharz, P. (2005). Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. (S. Jatmiko, Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kristeva, N. S. (2011). Negara Marxis dan Revolusi Proletariat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marx, K., & Engel, F. (2009). Manifesto Partai Komunis. ECONARCH Institute.
Muhammad, A. (2010). Filsafat Politik Antara Barat dan Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Rahman, A. (1995). Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Wakaf.
Sasono, A., Hafiduddin, D., & Saefudin, A. (1998). Solusi Islam atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah. Malang: Gema Insani Press.
Zahidi, M. (t.thn.). Pemikir Marxis dalam Hubungan Internasional. Dipetik Januari 11, 2015, dari http://journal.unpar.ac.id/index.php/JurnalIlmiahHubunganInternasiona/article/download/1050/1019

    





Tidak ada komentar:

Posting Komentar