
Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi
ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab
mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang
suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk
sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak. Melihat
hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un,
lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah. Sang suami seorang diri
memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak
memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu
perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.
Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan
panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda
jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak
ada masalah apa-apa. Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan
tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk
mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada
sang suami dan bukan ada pada sang istri. Sang suami memanggil sang istri yang
telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu
bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop
hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh,
kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak
ada harapan bagimu untuk sembuh. Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami
berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya
wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.
Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan
secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke
para tetangga, kerabat dan sanak saudara. Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa
tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah
detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada
suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya
tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua
orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia
mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari
suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya
sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya,
agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya,
sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.
Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami
berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti
…, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah
di hadapannya. Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku
satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”. Sang suami setuju, dan
dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar
yang terbaik bagi keduanya. Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh
sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.
Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis
sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua
ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang
aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan
ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan… saya kan …”.
Sang istri pun bad rest di rumah sakit. Di saat yang genting itu, tiba-tiba
suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga
engkau baik-baik saja”. “Haah, pergi?”. Kata sang istri. “Ya, saya akan pergi karena tugas dan
sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami. Sehari sebelum
operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka
disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang
donatur.
Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia
berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia malah
pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”. Operasi berhasil
dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada
wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan. Ketahuilah bahwa sang donatur itu
tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah
menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri,
tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia
tersebut. Dan subhanallah …
Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri
melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan
para tetangga. Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah
menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari’ah dan telah bekerja
sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah
menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari
‘Ashim.
Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan
ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia
sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya
dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh
pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis
meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis
sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang
suami hanya dapat membalas suara telepon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga
bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia
berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya
sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar